Cari Blog Ini
Selasa, 17 November 2015
ASERSI-ASERSI DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN
Asersi (assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Asersi (assertion) adalah suatu deklarasi, atau suatu rangkaian deklarasi secara keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas deklarasi tersebut. Jadi, asersi adalah pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga). Untuk laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan dalam laporan keuangan oleh manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta
dapat diklasifikasikan berdasarkan penggolongan besar sebagai berikut ini:
Asersi
tentang keberadaan atau keterjadian (existence or occurance) berhubungan dengan apakah aktiva atau uang entitas ada pada tanggal
tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode
tertentu. sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan produk jadi
yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula,
manajemen mambuat asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan
pertukaran barang atau jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya
piutang) dengan pelanggan.
Asersi
tentang kelengkapan (completeness) berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya
disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh,
manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan
dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi
bahwa utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
Asersi
tentang hak dan kewajiban (rights and obligations) berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang
merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. Sebagai contoh, manajemen
membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha (lease)
yang dikapitalisasi di neraca mencerminkan nilai perolehan hak entitas atas
kekayaan yang disewa-guna-usahakan (leased)
dan utang sewa usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu kewajiban entitas.
Asersi
tentang penilaian atau alokasi (valuation and allocation) berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva, kewajiban,
pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang
semestinya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa aktiva tetap dicatat
berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu secara sistematik
dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya. Demikian pula,
manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca
dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.
Asersi
tentang penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure) berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan
keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya. Misalnya,
manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang diklasifikasikan
sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu satu
tahun. Demikain pula, manajemen mambuat asersi bahwa jumlah yang disajikan
sebagai pos luar biasa dalam laporan laba-rugi diklasifikasikan dan diungkapkan
semestinya.
CTT : pernyataan yang dibuat oleh satu pihak  yang secara implisit
dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga). Disebut asersi
Sumber : http://accounting.binus.ac.id/2015/09/23/asersi-asersi-dalam-audit-laporan-keuangan/
Pengertian Pemotongan Pajak Final (Pasal 4 ayat PPh 2)
Pemotongan pajak final dikenakan kepada wajib pajak,
atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan, sepertikepentingan
deposito, hadiah berupa lotere / undian, transaksi saham, dan
lain-lain. Tarif berbeda untuk satu jenis penghasilan yang lain, seperti yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah. Istilah
'final' di sini berarti bahwa, jenis pajak ini harus diselesaikan /
lunas dalam masa pajak yang sama seperti mereka diterima, dan tidak
perlu dilaporkan lagi pada akhir tahun pajak.
Pajak
penghasilan pasal 4 ayat (2) dikenakan pada jenis tertentu dari penghasilan /
pendapatan, dan berupa:
- bunga
     dari deposito dan jenis-jenis tabungan, bunga dari obligasi dan obligasi negara, dan bunga dari
     tabungan yang dibayarkan oleh koperasi  kepada anggota masing-masing;
- hadiah
     berupa lotere / undian;
- transaksi
     saham dan surat berharga lainnya, transaksi
     derivatif perdagangan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
     pengalihan ibukota mitra perusahaan yang diterima oleh perusahaan modal
     usaha;
- transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah
     dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan sewa
     atas tanah dan / atau bangunan; dan
- pendapatan
     tertentu lainnya,
     sebagaimana diatur dalam atau sesuai dengan Peraturan Pemerintah.
Ketika
pajak final dikenakan atas transaksi antara perusahaan dan seorang individu,
dimana perusahaan bertindak sebagai penerima penghasilan tersebut, maka
perusahaan wajib menyelesaikan pajak ini saja. Dalam kasus transaksi yang
terjadi antara dua perusahaan, maka pembayar harus mengumpulkan dan
menyelesaikan pajak bukan penerima. 
Ctt : pajak
final tidak dapat dikreditkan ,sedangkan tidak final bias dkreditkan 
Sumber : http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pajak-penghasilan-pph-pasal-4-ayat-2
Sumber : http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pajak-penghasilan-pph-pasal-4-ayat-2
Tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26)
Tarif
20% (final) atas jumlah bruto dari:
- Dividen
- Bunga,
     termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran
     pinjaman
- Royalti,
     sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
- Insentif
     yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
- Hadiah
     dan penghargaan
- Pensiun
     dan pembayaran berkala
- Premi
     swap dan transaksi lindung lainnya
- Perolehan
     keuntungan dari penghapusan utang
Tarif
20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:
- Pendapatan
     dari penjualan aset di Indonesia
- Premi
     asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang
     kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
Tarif
20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan
atau pengalihan saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan
khusus yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan
pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap
(BUT) didirikan di Indonesia.
Tarif
20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan
pajak, suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Ctt :
Tingkat
berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai
JGI Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain
yang berada dalam perjanjian, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka
biasanya mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki
tarif 0%.
Sumber
: http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-26
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24)
Pajak
Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24) pada dasarnya adalah sebuah peraturan
yang mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar
negeri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia.
Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi
dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri, asalkan nilai
kredit pajak di luar negeri tidak melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di
Indonesia.
Sumber
penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong hutang pajak Indonesia
adalah sebagai berikut:
- pendapatan
     dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan
     dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya;
- penghasilan
     berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan
     penggunaan harta-benda bergerak;
- penghasilan
     berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda
     tidak bergerak;
- penghasilan
     berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa,
     pekerjaan, dan kegiatan;
- pendapatan
     dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri;
- penghasilan
     dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
     tanda keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan
     pertambangan;
- keuntungan
     dari pengalihan aset tetap;
- Keuntungan
     dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha
     tetap (BUT).
Jika
nilai pajak di luar negeri yang telah Anda gunakan sebagai kredit pajak di
Indonesia, telah berkurang atau dikembalikan kepada Anda, sehingga nilai kredit
Anda kurang untuk menutup pajak terhutang Anda di sini, maka Anda harus
membayar jumlah terhutang tersebut ke kantor pelayanan pajak Indonesia.
CTT : Untuk kerugiaan yang diderita diluar negri tidak dimasukan
kedalam perhitungan pkp .
Sumber : http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-24
Sumber : http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-24
Tarif PPh Pasal 22
- Atas impor :
- yang
      menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
- non-API
      = 7,5% x nilai impor;
- yang
      tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
- Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB,
     Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak
     termasuk PPN dan tidak final.)
- Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan
     Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
- Kertas
      = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
- Semen
      = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
- Baja
      = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
- Otomotif
      = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
- Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh
     produsen atau importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai
     berikut:
- Pungutan
      PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen
      bersifat tidak final
- Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
     industri atau
     ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian
     (tidak termasuk PPN)
- Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu
     oleh importir yang
     menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
- Atas penjualan
- Pesawat
      udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
- Kapal
      pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
- Rumah
      beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp
      10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
- Apartemen,
      kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih
      dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
- Kendaraan
      bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan,
      jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya
      dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan
      dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual
      tidak termasuk PPN dan PPnBM.
- Untuk
     yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih
     tinggi dari
     tarif PPh Pasal 22.
Ctt : perusahaan yang tidak
memiliki API biasanya akan meminta bantuan kepada perusahaan lain yang memiliki
API tetap dengan membayar sejumlah uang yang disepakati kedua belah pihak .
Sumber : http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-22
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 | PPh Pasal 22
Menurut hukum
Indonesia, Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)
adalah bentuk
pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak
dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan ekspor,
impor dan re-impor dikenai Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22). Tarif untuk jenis pajak ini bervariasi, tergantung dari
pemungut, obyek dan jenis transaksinya.. Mengingat sangat
bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22
relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun
23. Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang
dianggap ‘menguntungkan’, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat
menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itulah PPh Pasal 22 dapat
dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
Pemungut
dan Obyek PPh Pasal 22
Yang termasuk pemungut dan obyek pajak dalam hal ini
adalah:
- Bank Devisa dan Direktorat
     Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas impor barang;
- Bendahara Pemerintah dan
     Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
     Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara
     lainnya,, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
- Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
     dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
- Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
      atau pejabat penerbit Surat
     Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran
     (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
     yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
- Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
     rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif yang ditunjuk
     oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di
     dalam negeri;
- Badan Usaha Milik Negara
     (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh
     atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
     secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang
     meliputi:
- PT Pertamina (Persero), PT
      Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero)
      Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia
      (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya
      (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero),
      PT Krakatau Steel (Persero);
- Bank-bank Badan Usaha Milik
      Negara,berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau
      bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
     kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas
     penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
- Agen Tunggal Pemegang Merek
     (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
- Produsen atau importir bahan
     bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas,
     atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas; 
- Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
     peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang
     pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
- Badan usaha yang bergerak
     dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang
     terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.
- Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
- mengumpulkan hasil kehutanan,
      perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
- menjual hasil tersebut kepada
      badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
      perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
CTT
: PPH pasal 22 dikhususkan untuk perdagangan ekpor ,impor dan re impor
Sumber
: http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-22
Perhitungan PPh 21 Terbaru
Menteri Keuangan mengubah
peraturan mengenai tarif Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 122/PMK010/2015 tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), diikuti dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajaknomor PER-32/PJ/2015.
Penyesuaiannya adalah sebagai berikut:
- Rp 36.000.000,- per tahun atau setara dengan Rp 3.000.000,-
     per bulan untuk  wajib pajak orang pribadi. 
- Rp 3.000.000,- per tahun atau setara dengan Rp 250.000,- per
     bulan tambahan untuk wajib pajak yang kawin (tanpa tanggungan). 
- Rp 3.000.000,- per tahun atau setara dengan Rp 250.000,- per
     bulan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
     dalam garis keturunan lurus atau anak angkat, yang menjadi tanggungan
     sepenuhnya, paling banyak 3 (orang) untuk setiap keluarga.  
Kesimpulan      : Menurut saya , PTKP naik karena kebutuhan
ekonomi setiap tahunnya itu pasti naik ,jadi ptkp mengikuti perekonomi suatu Negara
.
Sumber   :http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-21/perhitungan-pajak-penghasilan-pph-pasal-21
Perhitungan PPh 21 Terbaru
Menteri Keuangan mengubah
peraturan mengenai tarif Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 122/PMK010/2015 tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), diikuti dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajaknomor PER-32/PJ/2015.
Penyesuaiannya adalah sebagai berikut:
- Rp 36.000.000,- per tahun atau setara dengan Rp 3.000.000,-
     per bulan untuk  wajib pajak orang pribadi. 
- Rp 3.000.000,- per tahun atau setara dengan Rp 250.000,- per
     bulan tambahan untuk wajib pajak yang kawin (tanpa tanggungan). 
- Rp 3.000.000,- per tahun atau setara dengan Rp 250.000,- per
     bulan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
     dalam garis keturunan lurus atau anak angkat, yang menjadi tanggungan
     sepenuhnya, paling banyak 3 (orang) untuk setiap keluarga.  
Kesimpulan      : Menurut saya , PTKP naik karena kebutuhan
ekonomi setiap tahunnya itu pasti naik ,jadi ptkp mengikuti perekonomi suatu Negara
.
Sumber   :http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-21/perhitungan-pajak-penghasilan-pph-pasal-21
Perhitungan PPh 21 Terbaru
Menteri Keuangan mengubah
peraturan mengenai tarif Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 122/PMK010/2015 tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), diikuti dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajaknomor PER-32/PJ/2015.
Penyesuaiannya adalah sebagai berikut:
- Rp 36.000.000,- per tahun atau setara dengan Rp 3.000.000,-
     per bulan untuk  wajib pajak orang pribadi. 
- Rp 3.000.000,- per tahun atau setara dengan Rp 250.000,- per
     bulan tambahan untuk wajib pajak yang kawin (tanpa tanggungan). 
- Rp 3.000.000,- per tahun atau setara dengan Rp 250.000,- per
     bulan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
     dalam garis keturunan lurus atau anak angkat, yang menjadi tanggungan
     sepenuhnya, paling banyak 3 (orang) untuk setiap keluarga.  
Kesimpulan      : Menurut saya , PTKP naik karena kebutuhan
ekonomi setiap tahunnya itu pasti naik ,jadi ptkp mengikuti perekonomi suatu Negara
.
Sumber   :http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-21/perhitungan-pajak-penghasilan-pph-pasal-21
Perhitungan PPh 21 Karyawan
Contoh perhitungan PPh 21
terbaru karyawan atau pegawai tetap adalah sebagai berikut:
Kesimpulan  : iuran yang dibayarkan
perusahaaan tidak dimasukan kedalam perhitungan pph 21 ,tetapi kalo iuran yang
dibayarkan sendiri dimasukan ke perhitungan .
Sumber  : http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-21/perhitungan-pajak-penghasilan-pph-pasal-21
Kesimpulan : iuran yang dibayarkan perusahaaan tidak dimasukan kedalam perhitungan pph 21 ,tetapi kalo iuran yang dibayarkan sendiri dimasukan ke perhitungan .
Langganan:
Komentar (Atom)
