Menurut hukum
Indonesia, Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)
adalah bentuk
pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak
dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan ekspor,
impor dan re-impor dikenai Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22). Tarif untuk jenis pajak ini bervariasi, tergantung dari
pemungut, obyek dan jenis transaksinya.. Mengingat sangat
bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22
relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun
23. Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang
dianggap ‘menguntungkan’, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat
menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itulah PPh Pasal 22 dapat
dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
Pemungut
dan Obyek PPh Pasal 22
Yang termasuk pemungut dan obyek pajak dalam hal ini
adalah:
- Bank Devisa dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas impor barang;
- Bendahara Pemerintah dan
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara
lainnya,, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
- Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
- Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
- Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di
dalam negeri;
- Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang
meliputi:
- PT Pertamina (Persero), PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero)
Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya
(Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero),
PT Krakatau Steel (Persero);
- Bank-bank Badan Usaha Milik
Negara,berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau
bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas
penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
- Agen Tunggal Pemegang Merek
(ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
- Produsen atau importir bahan
bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas,
atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
- Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang
pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
- Badan usaha yang bergerak
dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang
terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.
- Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
- mengumpulkan hasil kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
- menjual hasil tersebut kepada
badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
CTT
: PPH pasal 22 dikhususkan untuk perdagangan ekpor ,impor dan re impor
Sumber
: http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar